Slogan “Dua Anak Lebih Baik” merupakan salah satu cara pemerintah untuk menekan angka pertumbuhan penduduk di Indonesia. Slogan ini tak hanya sekedar dijadikan sebuah kampanye program keluarga berencana, melainkan memiliki tujuan dan manfaat yang jelas. Hingga saat ini, pemerintah pun masih terus-menerus menggalakkan slogan tersebut. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum paham soal adanya kampanye terkait program keluarga berencana ini. Lalu, apa sebenarnya tujuan dan manfaat dari program keluarga berencana? Berikut Qoala akan jelaskan secara detail terkait program keluarga berencana ini.
Pengertian Program Keluarga Berencana
Keluarga berencana atau biasa dikenal dengan sebutan KB merupakan program skala nasional pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Program KB juga dirancang secara khusus supaya dapat menciptakan kemajuan, kestabilan, kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual setiap penduduknya.
Keluarga berencana juga telah menjadi program yang diatur dalam UU N0. 10 tahun 1992 yang dijalankan dan diawasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Salah satu wujud dari program keluarga berencana ini adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda serta mencegah kehamilan.
Sejarah Program Keluarga Berencana di Indonesia
Untuk program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia sendiri didirikan oleh para ahli kandungan sejak tahun 1950-an yang bermaksud untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada waktu itu.
Tepatnya, organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Pada saat terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesian Planned Parenthood Federation (IPPF). PKBI ini memperjuangkan terwujudnya keluarga-keluarga yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan antara lain mengatur kehamilan atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat perkawinan.
Pada tahun 1967, PKBI akhirnya diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Dengan kemunculan Orde Baru pada waktu itu memberikan perkembangan yang cukup pesat terhadap usaha penerangan dan pelayanan KB di seluruh wilayah tanah air. Tak hanya itu, dengan lahirnya Orde Baru pada bulan maret 1966 masalah kependudukan menjadi fokus perhatian pemerintah yang ditinjau dari berbagai sudut pandang. Perubahan politik berupa kelahiran Orde Baru memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan keluarga berencana di Indonesia. Akhirnya setelah simposium, muncullah yang dinamakan Kontrasepsi di Bandung pada bulan Januari 1967 dan Kongres Nasional I PKBI di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1967.
- Kejayaan di masa Orde Baru
Pada Orde Baru, bisa dilihat dari penjelasan di atas bahwa program KB cukup berjaya. Sebab program ini mendapat dukungan langsung dari Presiden Soeharto. Saat itu, seluruh jajaran Departemen atau Kementerian hingga Gubernur, Bupati atau Walikota, Camat dan Lurah, serta TNI juga turut menjunjung tinggi dan berkomitmen dalam melaksanakan program keluarga berencana ini.
Dukungan yang datang tak hanya berasal dari dalam negeri, dukungan dana dari luar negeri dan Bank Dunia pun bisa dibilang sangat besar. Selama masa kejayaan itu, promosi program Keluarga Berencana ini berhasil menggugah seluruh masyarakat hingga ke pelosok-pelosok Indonesia.
- Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional
Pada Kongres Nasional I PKBI di Jakarta menghasilkan pernyataan sebagai berikut:
- PKBI menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah mengambil kebijaksanaan mengenai keluarga berencana yang akan dijadikan program pemerintah.
- PKBI mengharapkan agar Keluarga Berencana sebagai Program Pemerintah segera dilaksanakan.
- PKBI sanggup untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan program KB sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Kemudian pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran terkait pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan membatasi angka kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Selanjutnya tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya, mengatakan bahwa “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”.
Sebagai upaya tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, saat itu Menteri Kesejahteraan Rakyat langsung membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas untuk mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional di wilayah Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden juga mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:
- Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.
- Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menteri Kesejahteraan Masyarakat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Dengan perjalanan yang cukup panjang melalui beberapa pertemuan Menkesra bersama beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembaga ini dianggap sebagai Lembaga Semi Pemerintah.
- Periode Pelita I (1969-1974)
Pada periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan yang ditunjuk sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun setelahnya, tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang telah ada. Status badan juga mengalami perubahan hingga diputuskan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah naungan Presiden.
Dalam rangka melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat, juga melalui berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I ini dikembangkan dengan Periode Klinik (Clinical Approach) sebab pada awal program, tantangan terhadap program keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.
- Periode Pelita II (1974-1979)
Selanjutnya pada periode ini, kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 dianggap sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas utamanya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.
Saat periode ini berlangsung, pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.
- Periode Pelita III (1979-1984)
Kemudian untuk periode ini dilakukan pendekatan kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong oleh peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi atau institusi masyarakat dan pemuka masyarakat. Tujuannya untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada saat itu serta meningkatkan jumlah peserta KB yang baru. Selain itu, juga turut dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan untuk mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Hingga akhirnya muncul strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi. Strategi ini merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.
- Periode Pelita IV (1983-1988)
Perlu diketahui, pada masa Kabinet Pembangunan IV ini Prof. Dr. Haryono Suyono dilantik sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Tak hanya itu, muncul juga pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif. Dengan pendekatan ini, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya. Selain itu juga, ada peran ganda, yakni selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.
Pada periode ini juga secara resmi KB Mandiri mulai diresmikan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.
- Periode Pelita V (1988-1993)
Setelah itu muncul masa Pelita V yang mana Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus diupayakan untuk meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia serta tak luput juga terkait pelayanan KB. Oleh sebab itu, kemudian muncullah strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Dikarenakan jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, sehingga untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrasepsi.
Pada periode ini juga ditetapkan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sektor Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
- Periode Pelita VI (1993-1998)
Pada Pelita VI mulai dikenalkan pendekatan baru yaitu “Pendekatan Keluarga” yang tujuannya untuk menggalakan partisipasi masyarakat dalam gerakan KB nasional. Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan atau Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.
Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono juga diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.
- Periode Pasca Reformasi
Dari butir-butir arahan GBHN Tahun 1999 dan perundang-undangan yang telah ada, Program Keluarga Berencana Nasional dianggap sebagai salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Arahan GBHN ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000.
Sejalan dengan era desentralisasi, saat itu keberadaan program dan kelembagaan keluarga berencana nasional di daerah mengalami masa-masa kritis. Sesuai dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian diubah menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen menyatakan bahwa sebagian urusan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota selambat-lambatnya Desember 2003. Hal ini sejalan dengan esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian tahun 2004 merupakan tahun pertama Keluarga Berencana Nasional dalam era desentralisasi.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang telah disahkan pada tanggal 29 Oktober 2009, berhubungan erat terhadap perubahan kelembagaan, visi, dan misi BKKBN. Undang-Undang tersebut mengamanatkan perubahan kelembagaan BKKBN yang semula adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Visi dari BKKBN sendiri adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera”. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, tentunya BKKBN mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 Undang-Undang tersebut di atas.
Dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah juga membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah yang selanjutnya disingkat BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki hubungan fungsional dengan BKKBN (pasal 54 ayat 1 dan 2).
Peran dan fungsi baru BKKBN diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian; Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana, sehingga perlu dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap Renstra BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2010-2014 meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas dan indikator kinerjanya.
Sebagai informasi, pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pada tanggal 26 Mei 2015 Presiden melantik dr Surya Chandra Surapaty, MPH., Ph.D sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Setelah itu untuk mengisi kekosongan, Menteri Kesehatan melantik Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK sebagai plt. Kepala BKKBN dr. Sigit Priohutomo, MPH hingga memasuki purna tugas pada tanggal 1 Januari 2019.
Pada tanggal 1 Juli 2019 Presiden Joko Widodo melantik dr Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati terpilih di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan Program Keluarga Berencana
Program KB adalah sebuah program skala nasional yang dikelola oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk mengendalikan pertambahan jumlah penduduk maupun menekan angka kelahiran di Indonesia.
Tentunya, pasangan suami istri yang menggunakan program ini memiliki tujuan masing-masing. Tapi di samping itu, ada beberapa tujuan keluarga berencana yang penting. Tak hanya untuk menekan jumlah kelahiran, ini beberapa tujuan program keluarga berencana lainnya.
Meningkatkan Laju Pertumbuhan Penduduk
Tujuan pertama dari adanya program keluarga berencana yakni berguna untuk mengendalikan kelahiran dan pertambahan penduduk. Program ini juga berfungsi untuk mengurangi populasi penduduk pada suatu negara agar tidak adanya kepadatan penduduk yang memberikan dampak bagi perekonomian keluarga dan stabilitas negara.
Meningkatkan Kesehatan Keluarga
Selanjutnya, program keluarga berencana juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dengan adanya program KB ini diharapkan keluarga mampu merencanakan pengeluaran dan kebutuhan keluarga agar seimbang dengan pendapatan yang dimiliki.
Meningkatkan Taraf Kesejahteraan Keluarga
Dengan adanya program KB juga diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga. Sehingga, kesehatan keluarga yang menjadi peserta program KB juga akan meningkat. Selain itu kesehatan reproduksi dan mental sang ibu, anak yang dilahirkan juga dapat tumbuh normal dan diberikan kasih sayang yang penuh oleh orang tua.
Mengatur Angka Jarak Kelahiran Anak
Terakhir, tujuan adanya program keluarga berencana ini juga berguna untuk mengatur jarak kelahiran anak. Pasalnya, anak-anak yang dilahirkan akan tumbuh besar dan penuh kasih sayang karena banyaknya waktu luang yang dimiliki orang tua. Tentunya, anak-anak yang lain juga mampu mendapatkan pendidikan yang baik karena sumber pendapatan tidak hanya habis untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja.
Manfaat Program Keluarga Berencana
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa program keluarga berencana dibuat bukan hanya untuk memenuhi target pemerintah. Melainkan dilihat dari sisi medis, program ini memiliki banyak keuntungan, termasuk kesehatan fisik juga mental setiap anggota keluarga.
Tak hanya ibu, anak dan suami juga bisa merasakan manfaat atau efek dari program KB secara langsung. Manfaat KB juga akan terasa ketika pasangan suami istri masih menunda dan masih mempersiapkan kehamilan. Berikut berbagai manfaat menjalankan program keluarga berencana (KB) yang perlu diketahui.
1. Mengurangi Resiko Aborsi
Semua pasti paham resiko aborsi di Indonesia cukup tinggi. Sebab kehamilan di luar rencana akibat tidak menjalani program keluarga berencana sangat berisiko meningkatkan angka aborsi ilegal yang bisa berakibat fatal.
Pada dasarnya, hukum Indonesia juga telah menyatakan aborsi merupakan tindakan ilegal dengan beberapa pengecualian tertentu. Tindak aborsi sangat diatur ketat dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
Berdasarkan dua aturan yang telah ada, prosedur aborsi di Indonesia hanya boleh dilakukan di bawah pengawasan tim dokter setelah didasari alasan medis yang kuat. Misal, dikarenakan kehamilan berisiko tinggi yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, korban perkosaan, dan kasus gawat darurat tertentu. Di luar itu, tindakan aborsi di Indonesia termasuk ilegal dan akan masuk ke ranah hukum pidana.
Kenyataannya, banyak kasus aborsi ilegal di Indonesia dilakukan diam-diam dengan prosedur yang tidak sesuai standar medis. Sehingga, risiko kematian ibu dan janin akibat aborsi sangatlah tinggi.
2. Mencegah dan Mengendalikan Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Sebagai informasi di Indonesia, kurang lebih sekitar 20% insiden kehamilan tidak direncanakan atau diinginkan dari total jumlah kehamilan yang tercatat pada populasi pasangan menikah. Hal ini tentu menandakan bahwa akses informasi dan pengetahuan soal kontrasepsi masih tergolong rendah.
Berbeda dengan program hamil (promil), kehamilan yang tidak direncanakan bisa terjadi pada wanita yang belum atau sudah pernah hamil tetapi sedang tidak ingin punya anak. Kejadian ini juga bisa saja terjadi karena waktu kehamilan yang tidak sesuai, misalnya jarak usia anak pertama dan kedua terlalu dekat.
Ada berbagai risiko komplikasi kesehatan yang mungkin terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan, baik untuk sang ibu sendiri maupun bayi. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan juga bisa meningkatkan risiko bayi lahir prematur, berat rendah (BBLR), hingga cacat lahir. Sementara risiko pada ibu termasuk depresi saat hamil dan setelah melahirkan (postpartum), hingga komplikasi melahirkan.
Dikutip dari WHO, penggunaan alat kontrasepsi terbukti dapat mencegah risiko kesehatan jangka panjang yang berkaitan dengan kehamilan bagi perempuan. Oleh sebab itu, penting bagi setiap pasangan untuk mengetahui keluarga berencana dan pentingnya merencanakan kehamilan sebelum berhubungan seksual.
3. Program Keluarga Berencana Mengurangi Angka Kematian Bayi
Wanita yang hamil dan melahirkan di usia dini bisa jadi menjadi salah satu penyebab bayi lahir prematur, lahir dengan berat badan bayi rendah, maupun kekurangan gizi. Sudah banyak laporan yang mengatakan bahwa bayi yang dilahirkan oleh wanita dengan usia yang sangat belia memiliki risiko kematian dini lebih tinggi daripada ibu yang berusia lebih tua. Hal ini terjadi karena janin bersaing untuk mendapatkan asupan gizi dengan tubuh ibunya karena sama-sama masih dalam tahap perkembangan. Selai itu, bayi yang tidak mendapatkan cukup asupan gizi dan darah bernutrisi akan terhambat atau bahkan janin gagal berkembang dalam kandungan.
4. Program Keluarga Berencana Menurunkan Angka Kematian Ibu
Sebuah penelitian menyatakan bahwa hamil setelah program KB ternyata bisa memberikan manfaat yang cukup baik untuk kesehatan wanita.
Seperti yang diketahui bahwa kehamilan yang tidak direncanakan dapat memperbesar peluang risiko komplikasi, termasuk kematian ibu. Komplikasi kehamilan dan melahirkan sebagian besar juga ditunjukkan oleh kelompok perempuan yang menikah di usia terlalu dini.
Dari data kolaborasi BPS dan UNICEF Indonesia melaporkan, anak perempuan usia 10-14 tahun berisiko 5 kali lebih besar meninggal akibat komplikasi daripada perempuan yang hamil di usia 20-24 tahun. Beberapa risiko komplikasi yang harus dihadapi oleh anak perempuan yang hamil di usia belia adalah fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia, dan eklampsia. Hal ini bisa terjadi karena tubuh anak perempuan belum “matang” secara fisik maupun biologis. Sehingga, mereka lebih berisiko mengalami dampak dari kehamilan yang tidak direncanakan dengan matang.
Risiko berbagai komplikasi ini juga mungkin terjadi jika semakin sering hamil dengan jarak yang berdekatan. Kabar baiknya, berbagai penyebab kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan mengikuti program keluarga berencana. Selain untuk menekankan pentingnya kontrasepsi, program ini juga menyediakan akses layanan untuk merencanakan waktu, jumlah, dan jarak kehamilan yang tepat bagi setiap pasangan.
5. Membantu Mencegah Penyakit Sex Menular
Perlu diketahui penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom dalam program keluarga berencana dapat mengurangi risiko penularan berbagai penyakit menular seksual. Penyakit yang dimaksud seperti halnya sifilis, klamidia, gonore, atau HPV (human papilloma virus) dapat menular dengan mudah melalui hubungan seksual.
Penyakit seksual ini ternyata bisa berbahaya bagi janin. Ibu yang terinfeksi HPV bisa menularkan penyakit tersebut pada bayinya dan mengakibatkan komplikasi serius. Pada umumnya, penyakit seksual ini tidak menunjukkan gejala yang kentara sehingga seseorang bisa menularkannya dengan mudah. Oleh sebab itu, program keluarga berencana diharapkan bisa mencegah risiko penyakit berbahaya ini.
6. Program Keluarga Berencana untuk Mencegah Penularan HIV/AIDS
Selain penyakit seks, HIV/AIDS juga menjadi salah satu hal yang dapat dicegah dengan adanya program keluarga berencana. Seperti yang diketahui, metode kontrasepsi yang umum dan paling mudah ditemukan adalah kondom. Namun, masih banyak orang yang segan untuk menggunakan kontrasepsi satu ini karena merasa bahwa kondom justru mengurangi kenikmatan saat berhubungan seksual.
Padahal, manfaat penggunaan kondom tak hanya sebatas untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dalam program keluarga berencana. Kondom juga dapat mencegah penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. Pada wanita, kontrasepsi dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV dari ibu yang terinfeksi kepada bayi. Oleh sebab itu, risiko bayi terinfeksi HIV setelah dilahirkan pun menurun.
7. Bermanfaat untuk Kesehatan Mental Keluarga
Manfaat yang terakhir yakni untuk menjaga kesehatan mental keluarga. Meski pahit untuk didengar, kenyataannya tak semua anak hasil kehamilan di luar rencana tergolong sejahtera lahir batin selama hidupnya. Pasalnya, kehamilan yang tidak diinginkan berpotensi merampas hak anak untuk tumbuh secara maksimal dari segala aspek, mulai dari tumbuh kembang secara biologis, sosial, dan pendidikan.
Di sisi lain, wanita juga sangat rentan mengalami depresi saat hamil dan setelah melahirkan, apalagi jika kehamilan terjadi pada usia belia atau bahkan ketika sepasang suami istri belum siap memiliki anak. Tak hanya wanita, pria juga bisa mengalami depresi selama istrinya hamil atau melahirkan karena belum siap secara fisik, finansial, hingga mental untuk menjadi seorang ayah.
Melalui program keluarga berencana, tentunya bisa menentukan sendiri kapan waktu yang tepat untuk memiliki momongan. Hal ini membuat beberapa pasangan dapat mempersiapkan kehamilan secara fisik, finansial, dan mental dengan lebih baik. Program keluarga berencana juga dapat membantu merencanakan masa depan si kecil dengan lebih matang.
Lebih jauh lagi, program KB bisa memberikan kesempatan pasangan suami istri untuk mengembangkan potensi diri sebelum merasa mantap untuk membangun keluarga. Tentunya juga bisa merencanakan untuk meniti karir, melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi, atau mengasah kemampuan yang dimiliki.
Alat Kontrasepsi yang Digunakan untuk Program Keluarga Berencana
Sebagai wujud dari program Keluarga Berencana yakni dengan pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda atau mencegah kehamilan kehamilan. Berikut alat kontrasepsi yang paling sering digunakan untuk program keluarga berencana.
1. Kondom
Kondom merupakan alat kontrasepsi yang praktis dan mudah ditemukan di mana saja. Tak hanya itu, kondom juga sangat mudah digunakan. Meski lebih umum ditemukan kondom untuk pria, ternyata juga tersedia kondom untuk wanita.
Salah satu cara efektif dalam mencegah terjadinya pembuahan saat berhubungan seks adalah dengan memakai kondom. Selain itu, penggunaan kondom juga dapat mencegah penularan penyakit HIV/AIDS maupun penyakit menular seksual lainnya.
Perlu diingat, bahwa kondom hanya aman dan efektif untuk sekali pakai. Penggunaan kondom juga harus tepat karena bisa timbul risiko terlepas selama berhubungan intim. Tak hanya itu saat pemakaian juga perlu berhati-hati karena material lateks pada kondom dapat menimbulkan alergi pada beberapa orang.
2. Pil KB
Selain kondom, pil KB juga menjadi salah satu alat kontrasepsi yang umum digunakan. Pasalnya, kandungan di dalam pil KB biasanya terdiri dari kombinasi antara hormon progesteron dan estrogen.
Alat kontrasepsi yang satu ini juga membantu menahan agar indung telur (ovarium) tidak memproduksi sel telur. Selain itu, pil KB juga menyebabkan adanya perubahan pada lendir serviks atau leher rahim serta endometrium agar sperma tidak bisa ‘bertemu’ dengan sel telur.
Pada umumnya, pil KB harus diminum setiap hari untuk mencegah pelepasan sel telur (ovulasi). Sebelum menggunakannya, penting untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pil KB. Salah satu kelebihannya antara lain adalah pil KB bisa mengurangi perdarahan saat menstruasi.
Di samping itu, jenis KB ini juga dapat mengurangi gejala PMS atau premenstrual syndrome. Tak hanya itu, pil KB dapat mengurangi risiko terkena penyakit kanker ovarium dan sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang sama-sama menjadi penyebab kista pada indung telur.
Sementara kekurangan lainnya dari pil KB kombinasi adalah berpotensi meningkatkan berat badan, risiko hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Namun, efek samping ini bisa dicegah dengan menerapkan diet sehat dan berolahraga secara teratur.
3. IUD
IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi yang memiliki bentuk seperti huruf T. Alat kontrasepsi ini nantinya akan dipasang di dalam rahim dengan menyisakan sedikit benang pada vagina untuk menandakan posisinya.
Perlu diketahui ada dua macam alat kontrasepsi IUD yang bisa menjadi pilihan, yakni IUD tembaga (non-hormonal) dan IUD hormonal.
IUD hormonal atau KB spiral mengandung progestin, fungsinya untuk mencegah sperma membuahi sel telur. Sedangkan untuk IUD tembaga tidak mengandung hormon dan kandungan tembaganya bertindak sebagai spermisida untuk membunuh sperma yang masuk.
Sama seperti jenis KB hormonal lainnya, terdapat juga kelebihan dan kekurangan dari IUD. Kelebihannya, IUD adalah alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk waktu jangka panjang. Jadi, hanya perlu memasangnya sekali untuk periode waktu tertentu. Setelah IUD dilepas pun masa subur bisa kembali normal dengan cepat.
Kekurangannya, posisi alat IUD bisa bergeser saat berada di dalam rahim. Hal ini bisa membuat penggunaannya terasa tidak nyaman, termasuk saat melakukan hubungan intim. Selain itu, KB IUD bisa menyebabkan efek samping seperti kram dan perdarahan menstruasi yang jadi lebih banyak.
4. KB Suntik
KB suntik merupakan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Banyak wanita memilih metode KB suntik ini dikarenakan sangat praktis dan efektif dalam mencegah kehamilan. Meski demikian, jika memilih KB suntik, ada beberapa efek samping KB suntik yang penting untuk diketahui.
KB suntik dilakukan dengan menyuntikkan hormon progesteron buatan ke lengan atau bokong setiap 12 minggu sekali. Hormon ini serupa dengan hormon progesteron alami yang diproduksi tubuh ketika wanita sedang menstruasi.
Selain itu, ada juga jenis KB suntik yang disuntikkan setiap 1 bulan sekali. KB suntik yang digunakan tiap bulan ini biasanya mengandung progesteron dan estrogen. Jika dilakukan dengan benar dan sesuai jadwal, metode kontrasepsi KB suntik memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan, yakni hingga lebih dari 99%.
5. KB Implan atau Susuk
KB Implan juga merupakan salah satu pilihan alat kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Alat kontrasepsi ini berbentuk seperti tabung plastik elastis dan berukuran kecil menyerupai batang korek api yang dimasukkan ke jaringan lemak pada lengan atas wanita.
Bagi pasangan yang ingin menunda kehamilan dalam jangka waktu cukup lama dan tidak ingin repot, metode ini bisa dijadikan pilihan. Dengan penggunaan yang benar, KB implan dapat mencegah kehamilan selama tiga tahun.
Angka efektivitas KB implan juga terbilang cukup tinggi. Dari 100 wanita yang menggunakan KB implan, kurang lebih hanya 1 yang akan hamil. Meski memiliki efektivitas yang tinggi, masih banyak wanita yang enggan memilih KB implan karena khawatir dapat membuat tubuh gemuk.
6. Vasektomi dan Tubektomi (KB permanen)
Terakhir, vasektomi dan tubektomi merupakan dua metode sterilisasi yang masing-masing dilakukan pada pria dan wanita untuk mencegah kehamilan. Jika vasektomi adalah metode sterilisasi pada pria, tubektomi atau dikenal dengan ligasi tuba, adalah metode sterilisasi yang dilakukan pada wanita.
Demikianlah pengertian secara lengkap terkait program keluarga berencana yang dibuat pemerintah untuk menekan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Namun, perlu diingat, dalam menerapkan program keluarga berencana, kamu juga perlu merencanakan keuangan untuk keluargamu di masa depan. Sebab, pentingnya mengatur keuangan sejak dini, akan membantumu ketika nantinya ada hal-hal mendesak yang memerlukan biaya yang cukup tinggi misalnya, saat melahirkan anak, saat anak sedang sakit, atau biaya pendidikan anak. Salah satu cara mudah yang dapat membantu adalah dengan keikutsertaan asuransi kesehatan keluarga dan pendidikan. Kedua asuransi ini tentu dapat menjadi penolong saat kamu membutuhkan biaya mendesak untuk keluarga. Tentunya, kamu bisa mendapat banyak manfaat dari kedua asuransi ini. Jika kamu tertarik untuk memiliki kedua asuransi tersebut, kamu bisa mendapatkan informasinya melalui Qoala App atau Blog Qoala. Baca artikel terkait juga ya di Qoala, seperti apa itu keluarga berencana.