Di masa yang serba tak pasti seperti saat ini, membeli produk asuransi merupakan salah satu langkah nyata untuk menyelamatkan diri. Pasalnya, segala kemungkinan dan resiko buruk bisa terjadi kapan saja. Di sinilah fungsi asuransi yang dapat mengalihkan risiko dari seseorang kepada perusahaan asuransi. Tentunya dengan pembayaran premi yang rutin setiap bulannya, nasabah akan mendapatkan manfaat proteksi yang besar. Namun sayangnya, tidak semua orang sepakat dengan prinsip asuransi. Terlebih asuransi konvensional yang belum menjalankan dan memegang prinsip syariah. Untungnya, saat ini telah hadir produk asuransi syariah yang berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat akan asuransi yang lebih syar’i. Tentunya, prinsip asuransi syariah yang ada dilandasi ajaran secara Islami. Kehadiran asuransi syariah pun disambut baik oleh masyarakat. Kali ini, Qoala akan jelaskan apa yang dimaksud dengan asuransi syariah beserta beberapa prinsip utamanya.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang asuransi syariah, kamu perlu tahu apa itu asuransi syariah. Asuransi syariah adalah asuransi yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah serta tolong menolong dan saling melindungi diantara para peserta melalui pembentukan dana tabarru’ yang dikelola dengan prinsip syariah guna menghadapi risiko tertentu. Beberapa contoh asuransi syariah di Indonesia antara lain asuransi takaful, Prudential Syariah, AIA Syariah, BNI Life Syariah, dan lain sebagainya. Kamu tidak perlu khawatir karena asuransi syariah di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang jelas yang diawasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan DPS (Dewan Pengawas Syariah).
Asuransi syariah memiliki perbedaan konsep secara umum dengan asuransi konvensional yang muncul terlebih dahulu. Asuransi syariah tidak hanya menjalankan prinsip syariah saja, namun juga mengamalkan nilai-nilai Islami yang menjadi dasar syariah. Prinsip yang dijalankan pun tidak jauh berbeda dari prinsip dasar yang juga berlaku pada konsep ekonomi Islam secara komprehensif dan bersifat umum. Pasalnya, asuransi syariah adalah turunan dari konsep ekonomika Islami.
Lantas apa saja prinsip-prinsip asuransi syariah yang kini berkembang pesat di Indonesia? Tak perlu bingung mencari makalah maupun jurnal seputar prinsip asuransi syariah. Sebab, kali ini, Qoala akan jelaskan prinsip asuransi dalam hal asuransi syariah beserta akadanya.
1. Asuransi Syariah Menjalankan Prinsip Tauhid
Pertama, kamu perlu mengetahui bahwa ada prinsip tauhid dalam asuransi syariah. Bahkan prinsip tauhid menjadi prinsip dasar dalam asuransi menurut agama Islam ini. Tentunya, poin ini menjadi poin yang perlu dipahami oleh calon nasabah/anggota dengan baik. Inti dari prinsip tauhid adalah niat dasar dari memiliki asuransi bukanlah mencari keuntungan saja, tapi juga dalam rangka ikut serta dalam menerapkan prinsip dan ajaran syariah dalam asuransi.
Tauhid sendiri memiliki arti sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karenanya, setiap gerak langkah serta dasar asuransi jenis ini harus mencerminkan nilai-nilai keTuhanan.
Prinsip ini wajib dijadikan landasan karena asuransi yang juga disebut sebagai asuransi takaful ini ditujukan untuk saling menolong sesama manusia (anggota), bukan semata-mata untuk perlindungan atas risiko yang mungkin menimpa diri sendiri di kemudian hari. Tujuan asuransi syariah tentunya lebih mulia, yaitu gotong royong dan tolong menolong antar sesama. Prinsip inilah yang paling membedakan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.
2. Pengamalan Prinsip Keadilan
Prinsip yang kedua adalah prinsip keadilan. Pada asuransi syariah menerapkan prinsip keadilan yang mana nasabah/anggota dan perusahaan asuransi saling bersikap adil satu sama lain. Nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terlibat dalam asuransi syariah ini terikat dengan akad asuransi. Kedua belah pihak harus adil terkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Tidak ada pihak yang menzalimi atau terzalimi atas kesepakatan dalam asuransi tersebut. Tentunya dengan adanya keadilan, kedua belah pihak merasa nyaman satu sama lain.
Sebagai gambaran, bentuk prinsip keadilan ini terletak pada nasabah/anggota asuransi yang wajib memposisikan diri pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu pada perusahaan asuransi. Anggota juga mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian.
Sementara, fungsi perusahaan asuransi syariah adalah sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah/anggota. Tak hanya itu, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dan hasil investasi dana milik anggota pun harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Misalnya, apabila nisbah (porsi/bagian yang menjadi hak masing-masing pihak antara perusahaan asuransi dan nasabah/anggota) yang disepakati antara kedua belah pihak adalah 40:60, maka pembagian keuntungannya juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.
3. Prinsip Tolong-Menolong atau Ta’awun Antar Anggota
Asuransi syariah juga menerapkan prinsip tolong menolong atau ta’awun diantara anggotanya. Sama seperti prinsip tauhid, dalam prinsip tolong menolong nasabah/anggota tidak diperkenankan untuk mementingkan diri sendiri serta mencari keuntungan untuk diri sendiri. Dengan begitu, calon anggota yang ingin memiliki produk asuransi syariah perlu memiliki niat sedari awal untuk sadar dalam membantu dan meringankan beban anggota lain ketika mereka mendapatkan musibah atau kerugian.
Masing-masing anggota harus saling membantu antara yang satu dengan yang lain. Misalnya, jika salah satu anggota terkena musibah dan mengajukan klaim asuransi, maka prinsip inilah yang dipegang. Sementara pihak asuransi hanya berperan dalam mengelola dana saja pada asuransi berbasis syariah ini
4. Prinsip Kerja Sama dalam Asuransi Syariah
Berikutnya, ada juga prinsip kerja sama dalam asuransi ini. Kerja sama disini maksudnya adalah kerja sama antara nasabah/anggota dengan perusahaan asuransi yang bertindak sebagai pengelola dana. Tentunya kerja sama dilakukan sesuai dengan akad atau perjanjian asuransi yang telah disepakati. Adanya kerja sama antara nasabah/anggota dan pihak asuransi membuat kedua belah pihak mampu memahami dan menjalankan hak serta kewajibannya masing-masing.
Akad yang diterapkan dalam asuransi syariah dapat menggunakan konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudhârabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam ekonomika Islami. Dalam hal ini, akad mudharabah adalah bentuk perjanjian kerja sama antara pemilik harta (anggota) dengan pengelola harta yaitu perusahaan asuransi. Anggota akan menyerahkan hartanya kepada perusahaan asuransi untuk dikelola. Apabila untung, keuntungan tersebut wajib dibagi kepada pemilik harta dan pihak perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan di awal.
Sementara untuk akad musyarakah adalah bentuk kerja sama beberapa pihak terhadap kepemilikan suatu aset yang saling menggabungkan dana, di mana besaran bagi hasil keuntungannya bisa berbeda satu sama lain, tapi tetap dengan proporsi pembagian profit sesuai porsi tanggungjawab. Pada akad ini, kepemilikan aset yang lebih besar dari pihak lain diperbolehkan sehingga nilai keuntungan yang didapat juga lebih besar.
5. Asuransi Syariah Dilandasi Prinsip Amanah
Prinsip asuransi syariah berikutnya adalah amanah. Perusahaan asuransi yang berperan sebagai pengelola dana harus amanah atau dapat dipercaya dalam menjalankan tugasnya. Prinsip ini dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas atau pertanggungjawaban perusahaan asuransi melalui penyajian laporan keuangan tiap periode.
Perusahaan tidak boleh semena-mena dalam menerapkan aturan, mengambil keputusan, serta mencari keuntungan. Dengan demikian, anggota juga berkesempatan untuk mengakses laporan keuangan. Laporan keuangan ini juga harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.
Begitu juga dengan nasabah/anggota asuransi, harus jujur dan terbuka ketika mengajukan klaim. Nasabah/anggota berkewajiban untuk amanah dan konsisten dalam menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) yang diperjanjikan dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya.
6. Prinsip Saling Rida (Al-Ridha) atau Kerelaan
Hal yang menjadi dasar pada asuransi syariah yang tak kalah penting adalah keridhaan atau kerelaan. Kedua belah pihak harus bersikap ridha satu sama lain terhadap setiap transaksi yang dilakukan, bukan karena paksaan. Hal ini bertujuan agar asuransi dapat berjalan dengan baik sesuai kesepakatan.
Maksudnya adalah nasabah/anggota harus mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan dananya untuk disetorkan dan dikelola oleh perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah sebagai dana sosial. Pihak asuransi pun juga harus ridha dengan tugas yang diembannya. Pihak asuransi harus mengelola dana milik nasabah/anggota sesuai dengan aturan serta prinsip yang telah disepakati untuk tujuan membantu anggota asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7. Menghindari Riba dalam Asuransi Syariah
Riba merupakan hal yang harus dihindari dalam prinsip syariah, karena bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Oleh karena itu, dalam menjalankan asuransi syariah, riba dieliminasi dengan konsep mudharabah atau bagi hasil.
Dana yang dikelola oleh pihak asuransi juga tidak boleh dimasukkan ke dalam instrumen yang mengandung riba dan tidak sesuai dengan syariah. Penerapan akad mudharabah secara syar’i ini juga berlaku pada penentuan bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga yang semuanya menggunakan instrumen bebas riba.
8. Dijalankan dengan Menghindari Bertaruh atau Perjudian
Dalam asuransi konvensional, gambling atau pertaruhan (maisir) merupakan hal yang wajar. Namun, hal ini bertentangan dengan prinsip syariah, sehingga tidak boleh ada kondisi hanya salah satu pihak yang untung, sementara pihak lain justru mengalami kerugian.
Oleh karena itu, asuransi syariah tidak menjalankan operasionalnya secara gambling. Sebaliknya, asuransi syariah menerapkan prinsip risk sharing atau sharing risiko antara nasabah/anggota dengan pihak asuransi dalam menjalankan asuransi. Dengan cara ini, tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena sama-sama ridha atau rela.
Asuransi syariah membagi dana peserta ke dalam dua rekening khusus yang menampung dana tabarru’ yang tidak bercampur dengan rekening peserta, maka reversing period di asuransi syariah terjadi sejak awal. Sehingga, peserta dapat mengambil uangnya kapan saja. Sebab, dana yang ada adalah uang mereka sendiri dengan nilai tunainya yang sudah ada sejak awal tahun pertama masuk.
Dengan adanya dana tabarru yang artinya kumpulan dana yang berasal dari kontribusi peserta dengan mekanisme penggunaannnya sesuai perjanjian, asuransi syariah pun tidak ada maisir maupun gambling karena tidak ada pihak yang dirugikan.
9. Dilandasi Prinsip Saling Percaya
Karena kedua belah pihak harus bersikap saling amanah atau dapat dipercaya, maka dalam menjalankan asuransi syariah, kedua belah pihak juga perlu menerapkan prinsip saling percaya.
Nasabah/anggota harus percaya pada pihak asuransi sebagai pengelola dana, dan pihak asuransi juga harus percaya pada nasabah/anggota karena kejujurannya. Saling menjaga amanah merupakan prinsip asuransi syariah yang wajib dijalankan, baik oleh nasabah/anggota maupun pihak asuransi.
10. Menghindari Ketidakjelasan dan Ketidakpastian (Gharar)
Terdapat juga prinsip lain yaitu menghindari ketidakjelasan. Dalam asas asuransi syariah, diajarkan bahwa kita harus meninggalkan sesuatu yang tidak jelas atau gharar. Begitu juga dengan asuransi syariah, prinsip menghindari sesuatu yang tidak jelas harus dijalankan.
Sesuai dengan syarat-syarat akad pertukaran, besaran pembayaran premi dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima harus jelas sejak awal.
Jumlah premi yang akan dibayarkan amat tergantung pada takdir, kapan terjadi meninggal dunia, atau mungkin sampai akhir kontrak anggota tetap hidup. Di sinilah gharar terjadi. Nah, untuk mengatasinya, asuransi syariah menerapkan akad takafuli (tolong-menolong), akad tabarru’, dan akad mudharabah (bagi hasil).
Pada penerapannya, asuransi syariah menggunakan prinsip sharing of risk sehingga gharar dapat dihindari. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menerapkan transfer of risk dimana semua risiko hanya ditanggung oleh salah satu pihak.
11. Menjauhi Praktik Suap-menyuap
Prinsip asuransi syariah berikutnya adalah menjauhi praktik suap menyuap. Dalam menjalankan asuransi syariah, pihak nasabah/anggota maupun pihak asuransi tidak boleh melakukan suap menyuap. Suap menyuap merupakan bentuk kegiatan yang hanya menguntungkan satu pihak saja, sementara pihak yang lain dirugikan. Tentunya hal ini bertentangan dengan prinsip syariah yang dijalankan.
12. Pengamalan Akad dan Konsep Sesuai Agama Islam
Pada dasarnya, asuransi syariah menganut prinsip dan konsep yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Jadi dalam menjalankan kegiatannya, asuransi syariah harus menerapkan prinsip yang Islami, termasuk akad-akad dan konsep di dalamnya. Sehingga, manfaat asuransi syariah dapat dirasakan bagi umat karena tidak perlu khawatir lagi dengan hal-hal yang haram.
Akad-akad yang perlu diamalkan dalam asuransi syariah antara lain akad tabarru’, akad wakalah bil ujrah, dan akad mudharabah. Sedangkan konsep dasar asuransi syariah yang harus dijalankan antara lain konsep kontribusi, konsep iuran dana tabarru’, serta konsep surplus atau defisit underwriting. Seluruh akad ini berlaku untuk beragam jenis asuransi syariah, mulai dari produk asuransi jiwa syariah, asuransi kesehatan syariah, asuransi mobil syariah, dan lain sebagainya.
1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ merupakan akad dalam bentuk pemberian dana atau hibah dengan tujuan saling tolong menolong antara sesama anggota. Dalam akad ini antar anggota tidak bertujuan untuk mencari keuntungan atau komersil, melainkan murni saling membantu. Di dalam akad tabarru’, peserta akan memberikan hibah kepada peserta lain dengan tujuan menolong sesama yang terkena musibah. Sementara perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dari dana hibah tersebut. Hal ini diatur dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Akad tabarru’ dalam asuransi syariah harus memuat sekurang-kurangnya:
- Kesepakatan peserta untuk saling tolong menolong (ta’awun)
- Hak dan kewajiban peserta secara individu
- Hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
- Cara serta waktu pembayaran santunan dan kontribusi
- Ketentuan mengenai boleh tidaknya dana ditarik kembali
- Ketentuan mengenai alternatif serta persentase pembagian surplus underwriting
2. Akad Wakalah bil Ujrah
Selain akad tabarru’ pada asuransi syariah juga dikenal akad wakalah bil ujrah yang memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana investasi peserta sesuai dengan wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa ujrah atau fee. Akad ini diperbolehkan dalam asuransi syariah karena dalam hal perusahaan berperan sebagai pengelola serta mendapatkan ujrah telah mendapatkan kuasa dari peserta.
Akad wakalah bil ujrah harus memuat sekurang-kurangnya:
- Objek yang pengelolaannya dikuasakan
- Hak dan kewajiban peserta baik secara individu maupun kolektif
- Hak dan kewajiban perusahaan sebagai penerima kuasa termasuk kewajiban perusahaan untuk menanggung segala risiko atas pengelolaan dana akibat kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan oleh perusahaan
- Batasan kuasa yang diberikan kepada perusahaan
- Besaran dan waktu pemotongan fee atau ujrah
Dalam akad wakalah bil ujrah, perusahaan bertindak sebagai wakil yang bertugas mengelola dana. Sedangkan peserta bertindak sebagai individu atau kelompok pemberi kuasa untuk mengelola dana.
3. Akad Mudharabah
Akad dselanjutnya adalah akad mudharabah. Akad mudharabah merupakan akad untuk memberikan bagi hasil atas pengelolaan dana asuransi syariah. Dalam akad ini, peserta atau nasabah/anggota memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana asuransi atau investasi peserta sesuai dengan wewenangnya dengan imbalan berupa nisbah atau bagi hasil dengan besaran yang telah disepakati oleh kedua pihak.
Akad mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya:
- Hak dan kewajiban peserta secara individu maupun kolektif
- Hak dan kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian atau wanprestasi yang dilakukannya
- Batasan wewenang yang diberikan kepada perusahaan
- Cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan perusahaan
- Bagi hasil serta waktu pembagian hasil investasi
4. Konsep Kontribusi
Konsep kontribusi dalam prinsip asuransi syariah merupakan sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan asuransi yang sebagian digunakan sebagai iuran tabarru’ dan sebagian lagi sebagai fee atau ujrah bagi perusahaan., Dalam hal ini, kontribusi peserta asuransi diwujudkan dalam bentuk pembayaran premi yang jumlah dan jangka waktunya telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.
5. Konsep Iuran Dana Tabarru’
Pada asuransi syariah juga dikenal konsep iuran dana tabarru’, artinya sebagian kontribusi atau dana yang dibayarkan oleh peserta asuransi akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana tabarru’ dengan berpedoman pada akad tabarru’.
6. Konsep Surplus atau Defisit Underwriting
Konsep surplus atau defisit underwriting merupakan selisih (baik lebih maupun kurang) dari total kontribusi peserta ke dalam dana tabarru’ setelah dikurangi dengan pembayaran klaim/santunan, kontribusi reasuransi, serta cadangan teknis dalam periode tertentu.
Dengan mengetahui apa saja prinsip asuransi syariah, nantinya kamu akan bisa menilai apakah asuransi yang kamu jalani saat ini memegang prinsip syariah atau tidak. Selain itu, mengetahui prinsipnya akan membuat kamu lebih tenang saat membeli atau memilih proteksi yang sesuai dengan prinsip Islami. Untuk kamu yang ingin membeli produk asuransi, kamu bisa mengunjungi Qoala App untuk menemukan berbagai asuransi dengan premi dan manfaat yang menarik. Kunjungi juga Qoala Blog untuk dapatkan info keuangan terbaru.